Di tanah Jayapura pembukaan hutan untuk investasi perkebunan maupun pengolahan kayu di Papua belum mampu membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Kegiatan itu dinilai lebih banyak menimbulkan degradasi social dan adat. Yang pasti warga pedalamn Papua kesulitan mendapatkan makanan dan obat karena hutan dibuka. Bagi suatu suku di Papua bahwa hutan atau tanah adalah ibu yang memelihara warga. Pemahaman ini mulai hilang karena hutan dapat bernilai ekonomi. Masuknya berbagai perusahaan kayu dan memberikan iming-iming uang melimpah membuat warga menyerahkan hutannya kepada mereka untuk di tebang. Dan sayangnya warga tidak dapat mengelola uang dengan maksimal,mereka buta akan uang dan tidak memikirkan dampak dari semua itu. Seharusnya pohon yang ditebang harus segera digantikan dengan bibit baru dan menebangpun harus dibatasin.
Dampak Terhadap Lingkungan Biota adalah Pembukaan hutan sekunder dan penyiapan lahan tanam akan memberikan dampak yang nyata terhadap lingkungan biota. Struktur dan komposisi komunitas tumbuhan akan berubah secara total. Vegetasi hutan sekunder yang sebelumnya terdiri dari berbagai jenis, umur, dan memiliki struktur dan fungsi yang sesuai dengan keseimbangan ekosistem hutan, dalam jangka pendek akan guncang. Dampak negatif ini akan teratasi dalam waktu singkat dengan adanya pemeliharaan tanaman jeruk secara intensif dan memberikan keseimbangan baru bagi ekosistem wilayah.
Dampak penting lainnya akibat dari pembukaan lahan adalah berubahnya ekosistem tertutup menjadi ekosistem terbuka. Siklus hidup organisme peng-ganggu akan terputus, dan kalaupun mampu bertahan hidup, akan memakan apa adanya, atau bahkan akan menyerang tanaman jeruk di kebun plasma. Organisme pengganggu pada umumnya adalah satwa liar yang suka akan habitat terbuka. Dengan demikian, pembukaan lahan diperkirakan justru akan meningkatkan baik jenis maupun populasi dari organisme penganggu. Oleh karena itu dampak negatif ini penting dan harus diwaspadai serta diantisipasi dengan metode pengendalian hama terpadu yang tepat, baik itu secara mekanis maupun secara biologis dan kimiawi.
Salah satu sumberdaya yang telah dieksploitir dengan tanpa memperhatikan kelestariannya adalah sumberdaya hutan. Sumberdaya hutan telah memberikan sumbanganyang besar terhadap pembangunan. Tetapi akibatnya hutan menjadi rusak bahkan berubah menjadi padang ilalang atau padang pasir. Sampai saat ini pembukaan hutan masih tetap terjadi.
Kegiatan pembukaan hutan ini menyebabkan rusaknya fungsi hutan, seperti fungsi sumber keanekaragaman hayati, fungsi menjaga tata air, fungsi pembersih udara dan lain-lain. Saat ini telah diusahakan untuk memperbaiki fungsi hutan ini, walaupun mungkin tidak dapat berfungsi sebaik pada saat hutan masih alami, tetapi paling tidak sebagian fungsi tersebut masih ada.
Akibat dari terjadi konversi hutan ini menyebabkan beberapa akibat diantaranya :
1. Global radiation dan Net radiation Dalam ekosistem yang bervegetasi, sebagian besar solar-radiasi ditangkap oleh tajuk tumbuhan dan hanya sebagian kecil yang diteruskan dan direfleksikan kembali atau hilang. Oleh karena itu pelenyapan vegetasi, seperti penebangan hutan, akan meningkatkan secara drastis jumlah solar-radiasi yang mencapai permukaan tanah. Vegetasi penutup permukaan tanah, selain vegetasi hutan, biasanya mempunyai nilai transmisi dan reflektivitas radiasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan vegetasi hutan. Hal ini mengakibatkan semakin banyaknya energi radiasi yang dapat m,encapai permukaan tanah dan akibat selanjutnya ialah perubahan pola suhu tanah.
2. Pola temperatur
Banyak bukti empiris menunjukkan bahwa pembukaan lahan hutan diikuti oleh lebih tingginya suhu udara siang hari. Suhu udara pada ekosistem hutan lebih rendah dibandingkan dengan ekosistem pertanian, perbedaan dapat mencapai 1.0 -–1.5oC. Hasil studi di Afrika Barat membuktikan bahwa suhu udara di daerah yang dibuka lebih tinggi (sekitar 4oC) dibandingkan dengan daerah hutan. Dalam kaitannya dengan suhu udara ini, di daerah yang hutannya dibuka ternyata suhu siangnya lebih tinggi dan suhu malamnya lebih rendah. 3. Kelembaban udara.
Pemerintah harus lebih berhati-hati dalam pemberian ijin dan hak pengusahaan hutan. Berbagai rencana pemberian ijin proyek dan eksploitasi hutan di dalam wilayah adat harus didasarkan atas perundingan bersama masyarakat adat yang menguasainya dan dipertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat adat.
Untuk mengatasi terjadinya konversi hutan ini memerlukan kerja sama yang baik dari pemerintah, masyarakat serta aturan yang dibuat harus ditaati dan tidak menyimpang terutama yang menyangkut masalah kehuutan yang ada di Indonesia. Salah satu pemecahannya adalah dengan pengelolan kepada masyarakat adat.
Pemerintah dan DPR harus segera memperbaiki kebijakan tentang otonomi daerah agar memprioritaskan terjadinya devolusi, yaitu mendorong terjadinya pergeseran kekuasaan dan wewenang yang lebih besar ke tingkat komunitas adat (otonomi asli komunitas masyarakat adat) Departemen Kehutanan harus segera menerapkan keterbukaan (transparansi) atas seluruh data dan informasi kehutanan. Data dan informasi yang transparan akan mendorong masyarakat untuk memantau dan melaporkan kegiatan-kegiatan eksploitasi hutan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pemanfaatan berkelanjutan. Dari segi organisasi non pemerintahan pula perlu memberikan andil dalam penyelamatan hutan Indonesia. Salah satunya dengan kampanye.
Kampanye “illegal logging” harus diletakkan dalam sebuah arus besar pelestarian sumberdaya hutan dan gerakan sosial lainnya di Indonesia. Dengan demikian, kampanye anti “illegal logging” hanyalah bagian kecil dari kampanye anti pengrusakan hutan (destructive logging).
http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=10123&idrb=40101
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/ilmu-kesehatan/pengaruh-lingkungan-terhadap-populasi
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&jd=Lomba+Tulis+YPHL+%3A+MENYOAL+KONVERSI+LAHAN+HUTAN+DI+INDONESIA&dn=20081016175718
Koran Kompas, Sabtu, 21 November 2009, Halaman 22
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar