Selasa, 20 April 2010

Perjanjian Perbatasan di Indonesia-Malaysia

Bandung ( Berita ) : Indonesia dan Malaysia sepakat meninjau ulang dan melakukan revisi “Border Trade Agreement” atau perjanjian lintas batas dan perdagangan antar kedua negara bertetangga, kata pejabat Departemen Perdagangan.

“Hari ini (Rabu,22/7) di Bandung kita berhasil menyepakati draft revisi untuk masing-masing diusulkan kepada pimpinan pemerintahan kedua negara,” kata Harmen Sembiring, Direktur Kerjasama Bilateral Perdagangan RI selaku Ketua Delegasi RI pada pertemuan dengan pihak Malaysia di Hotel Horison Bandung, Rabu [22/07] .

Kedua delegasi juga sepakat perjanjian tersebut sudah seharusnya direvisi karena sudah tidak sesuai dengan keadaan saat ini di perbatasan RI-Malaysia.

Perjanjian lintas batas dan perdagangan tersebut pertama kali keluar pada tahun 1970, dan sampai saat ini belum dirubah dan masih dipergunakan.

Tindakan untuk merevisi perjanjian tersebut sebenarnya sudah dimulai pada tahun 1992 di Malaysia, dan 1994 di Jakarta, tetapi belum menemui kata sepakat.

“Memang perjanjian tersebut sudah kita coba untuk revisi tetapi pada waktu itu belum benar-benar ada kesepakatan dari pihak Malaysia,” ucap Harmen.

Adanya perumusan draft revisi perjanjian tersebut di Bandung hari ini diharapkan akan dapat mengusulkan sebuah nota kesepakatan baru, yang nantinya pada bulan November akan dilakukan tinjauan dan persetujuan lebih lanjut dari pertemuan saat ini yang berlangsung di Hotel Horison Bandung.

Menurut Harmen pembahasan di Bandung ini lebih fokus pada perjanjian lintas batas untuk wilayah darat saja dan hal itu disebabkan interaksi dan perdagangan antara masyarakat di perbatasan.

Warga Negara Indonesia yang seringkali pergi ke Malaysia untuk belanja untuk kebutuhan sehari-harinya dibanding harus ke kota lain di Indonesia yang jaraknya lebih jauh ataupun juga sebaliknya.

Pada pembahasan tersebut mengatakan bahwa batas maksimal jual beli antar masyarakat di perbatasan yaitu 600 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp1,5 juta perorang untuk tiap bulan dan hal itu sudah sulit diterapkan pada masa kini bila merujuk pada perjanjian tahun 1970.

Apabila jual beli melebihi kuota 600 Ringgit maka akan dikenakan peraturan ekspor impor atau dikenai pajak yang akan sangat membebankan masyarakat disana. Selain itu juga diusulkan untuk menggunakan mata uang Dollar sebagai patokan dan bukan lagi Ringgit.

Sedangkan untuk arus lalu lintas warga perbatasan sendiri maka warga akan diberi kartu pass yang dapat dipergunakan untuk menyebrang ke malaysia ataupun sebaliknya, kata Harmen.

Selain membahas permasalahan mengenai batas maksimal jual beli juga perlunya direvisi mengenai jenis barang yang boleh keluar masuk di perbatasan tersebut.

Karena pada perjanjian tahun 1970 tidak pernah dijelaskan barang-barang apa saja yang tidak diperbolehkan, hanya menyebutkan bahwa barang terlarang tidak boleh keluar masuk perbatasan.

Untuk itu solusinya ialah “negatif list” yang berupa daftar barang-barang yang tidak boleh keluar masuk melalui perbatasan tersebut, sebagai contoh senjata dan narkotika.

Namun, untuk daftar barang yang dilarang tersebut belum dirampungkan betul secara detil.

Ketentuan lintas batas tersebut hanya berlaku bagi warga di perbatasan saja, maka dari itu warga yang sah yang akan mendapatkan kartu pass untuk dapat menyeberang dan melakukan trasaksi atau jual beli di sana.

Lebih lanjut dijelaskan, untuk pengawasannya sendiri, akan dibuat titik-titik atau tempat keluar-masuk bagi warga RI – Malasyia di perbatasan dan akan melalui pemeriksaan petugas bea cukai.

Dari pertinjauan saya sebaiknya permasalahan perbatasan itu harus sesuai dengan dasar-dasar yang proyektif dan logis karena apabila tidak diselesaikan akan berdampak kerugian bagi antar negara. mengenai batas-batas itu sendiri harus dengan perjanjian dan peta dunia masa lalu karena bumi mengalami perpindahan struktur. ini yang menjadi masalah hingga berlarut-larut hingga sekarang. Kepada pemerintah harusnya tetap mencari data fakta yang benar-benar konduktif agar tidak ada kerugain antar bangsa.

Refisi: http://beritasore.com/2009/07/23/indonesia-malaysia-tinjau-ulang-perjanjian-lintas-batas/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar